Rabu, 26 Juni 2013

wakalah

wakalah
AL-WAKALAH
I.     Pengetian Al-Wakalah
Secara bahasa al-wakalah adalah melepaskan (haknya) untuk dijaga[1].dan wakalah merupakan  perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian (al-tafwidh), yang diartikan juga memberikan kuasa atau mewakilkan[2].
Sedangkan secara istilah para ulama mengartikan wakalah dengan redaksi yang bervariasi yaitu :
1.    Hashbi ash shiddieqi
Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad ini seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasyarruf).
2.    Sayyid sabiq
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
3.    Ulama malikiah
Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya, yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan sesudah mati berarti sudah berbentu wasiat.
4.    Ulama hanafiah
Wakalah adalah seseorang mempercayakan orang lain menjadi ganti dirinya untuk bertasysrruf dalam bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan.
5.    Ulama syafi’iah
Wakalah adalah suatu ungkapan yang mengandung makna pendelegasian sesuatu oleh seseorang lain kepada orang lain supaya orang lain itu bisa melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
Dengan pendapat para ulama tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian wakalah terdiri dari :
1.    Adanya perjanjian antara seseorang dengan orang lain.
2.    Isi perjanjian berupa pendelegasian.
3.    Tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
4.    Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
II.  Macam-macam wakalah dan akad dalam wakalah
·      Bentuk-bentuk akad wakalah[3]
1.    Wakalah muthlaq adalah perwakilah yang tidak terikat syarat yaitu perwakilan dari sebab nasab, yang mempunyai hak yang utama dari yang lain yaitu ayah , untuk menguasakan akad dibawah perwakilannya.
2.    Wakalah muqayyadan adalah perwakilan yang terikat oleh syarat-syarat yang telah ditentukan dan disepakati bersama, misalnya seseorang ditunjuk menjadi wali berdasarkan surat wasiat atau ditunjuk berdasarkan keputusan pengadilan.
·      Akad dalam wakalah
1.    Akad ayah yaitu ayah berhak menjual menyewakan harta anaknya untuk keuntungan anaknya, tetapi jika perbuatan ayah dapat merugikan anaknya, maka ayah mengganti kerugian anak.
2.    Akad wasi adalah seseorang yang diangkat sebagai pemangku untuk mengurus diri dan harta anak yang masih kecil. Penyerahan wasi berlaku dengan ketentuan :
a.    Wasi berlaku jika anak yang diwali belum dewasa.
b.    Orang yang diwali itu sudah dewasa, wasi’ seperti ini tidak berlaku jika ijab kabul tidak ada semasa hidup orang yang mewasikan.
·      Ijma’
Para ulama telah sepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awwun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan Al-Qur’an dan disunnahkan rasulullah. Allah berfirman : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan permusuhan, dan Rasululah pun bersabda : dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.
·      Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah menyatakan :
A.  Ketentuan tentang wakalah :
§  Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak.
§  Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak.
B.  Rukun dan Syarat Wakalah
§  Syarat-syarat muwakil (yang mewakilkan)
Ø Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.
Ø Orang mukallaf dan anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya.
§  Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
Ø Cakap hukum.
Ø Dapat mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya.
Ø Wakil adalah orang yang diberi amanat, maka wakil harus jujur terhadap apa pun yang diwakilkan.
Ø Wakil tidak boleh mengambil manfaat dari yang yang diwakilkan untuk dirinya sendiri.
Ø Jika sesuatu yang diwakilkan itu rusak maka wakil tidak bertanggung jawab atasnya, kecuali kerusakan akibat dari kelalaian wakil maka wakil yang bertanggung jawab[4].
Ø Wakil tidak boleh mewakilkan kepada orang lain, kecuali atas izin muwakil.
§  Hal-hal yang diwakilkan
Ø Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili.
Ø Tidak bertentangan dengan syariat islam, yaitu tidak boleh mewakilkan peribadatan badaniyah seperti shalat, karena tidak akan membawakan hasil bagi muwakil, kecuali dalam beberapa hal : haji, menyembelih kurban, membagi zakat, puasa kifarat, dan lain-lain.
Ø Dapat diwakilkan menurut syariat islam, manfaat barang dan jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
Ø Hal yang diwakilkan itu hanya sebahagian saja, tidak keseluruhan.
§  Ijab dan kabul , keadaan lafaz hendaklah kalimat yang menunjukkan rida yang berwakil, misalnya orang yang berwakil itu berkata, “saya wakilkan atau saya serahkan kepada engkau untuk mengerjakan pekerjaan ini” . tidak disyaratkan lafaz kabul (jawab) karena berwakil termasuk memperbolehkan sesuatu, seperti memperbolehkan memakan makanan kepada orang yang hendak makannya[5].
C.  Ketiga
Jika salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melaui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui masyarakat.
III.   Penggunaan  akad wakalah dalam jasa perbankan[6]
·      Transfer uang, transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah, dimana prosesnya diawakalai dengan adanya permintaan nasabah sebagai al-muwakil terhadap bank, dan bank sebagai al-wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank mendebit rekening nasabah (jika transfer dari rekening ke rekening), dan proses terakhir yaitu bank mengkreditkan sejumlah dana kepada rekening tujuan. Contoh proses dalam transfer uang :
a.       Wesel pos dengan uang tunai diberikan secara langsung dari al-muwakil kepada al-wakil, dan al-wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju.
b.      Transfer uang melalui cabang suatu bank, yaitu dalam proses ini al muwakil memberikan uangnya secara tunai kepada bank yang merupakan al-wakil, namun bank tidak mengirimkan langsung kepada nasabah yang dituju, tetapi bank mengirimnya melalui rekening nasabah yang dituju.
c.       Transfer melalui ATM, yaitu dalam prosesnya nasabah al-muwakilmeminta bank untuk mendebet rekening tabungannya , dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendri, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
·      Akad untuk transaksi Letter Of Credit Import Islam, yaitu dengan menggunakan akad wakalah bil ujrah, hal ini sesuai dengan fatwa DSN No. 34/DSN-MUI/IX/2002, akad wakalah bil ujrah adalah nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Namun ada modifikasi dalam akad ini sesuai dengan situasi yang terjadi :
§  Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan :
Ø Importir harus memiliki dana dalam bank sebesar harga pembayaran yang di import.
Ø Importir dan bank melakukan akad wakalah il ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi import.
Ø Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
§  Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPCfjrO0vJ-xkMKRb4ZpgMXOsG9dl1T2O4znTMWXBPwm4hnmB4EjzqgV2ico8syDZla-P5n8-osngOugZCFQLClfp8StsNC1e7JNqBZl0IU3ARXk4MdPbEV794OGvkxQu4rpYL49C01Hf7/s400/Presentation1+JPG.jpgAkad wakalah bil ujrah dan qardh dengan ketemtuan :
Ø  Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran barang yang di import.
Ø  Importir dan bank melakukan akad wakalah bi ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi import.
Ø  Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Ø  Bank memberikan talangan (qardh) kepada importir untuk pelunasan pembayaran barang import.
§  Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah, dengan ketentuan :
Ø  Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
Ø  Bank dan importir melakukan akad mudharabah, dimna bank bertindak selaku shahibul maal menyrehkan modal kepada importir sebesar harga barang import.
§  Akad wakalah bil ujrah dengan hiwalah, dengan ketentuan :
Ø  Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk pembayaran harga barang import.
Ø  Importir dan bank melakukan akad hiwalah untuk pengurusan dokumen-dokumen dan pembyaran.
Ø  Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Ø  Utang kepada eksportir dialihkan oleh importir menjadi utang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada eksportir senilai barang yang di import.
·      Letter of Credit Eksport Islam, dengan menggunakan akad wakalah, hal ini sesuai dengan fatwa dewan islam nasional nomor. 35/DSN-MUI/IX/2002, akad wakalah ini memiliki defenisi dimana bank menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi perdagangan eksport, dengan modifikasi dalam akad sesuai dengan situasi yang terjadi :
a.    Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan :
1.    Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen eksport.
2.    Bank melakukan penagihan (collestion) kepada bank penerbit L/C(issuing bank), selanjutnya dibyarkan kepada eksportir setelah dikurangi ujrah.
3.    Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
b.    Akad wakalah bil ujrah ddan qardh dengan ketentuan :
1.    Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen eksport.
2.    Bank melakukan penagihan (collection) kepada penerbit L/C (issuing bank).
3.    Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada nasabah eksportir sebesar harga barang eksport.
4.    Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
5.    Pembayaran ujrah yang diambil dari dana talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
6.    Antara akad wakalah bil ujrah dengan akad qardh tidak dibolehkan adanya keterkaitan.
c.    Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah dengan ketentuan :
1.    Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang dibituhkan dalam proses produksi barang eksport yang dipesan oleh importir.
2.    Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen eksport.
3.    Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4.    Pembayaran oleh bank penerbit L/C (issuing bank)dapat digunakan untuk pembayaran ujrah, pengambilan dana mudharabah, dan pembyaran bagi hasil.
5.    Besar ujrah harus disepakati diawal dan dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Bentuk traksaksi dalam perbankan[7]
                                                                                          Kontrak + fee

                             
                                                     



Kontrakt + fee

IV.   Penyebab batalnya wakalah :
·         Bila salah satu pihak  yang berakad wakalah gila.
·         Bila maksud yang terkandung dalam akad wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau dihentikan.
·         Diputuskannya wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berwakalah baik pihak pemberi kuasa atau pihak yang menerima kuasa.
·         Hilangnya kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau suatu objek yang dikuasakan.
·         Meninggalnya salah satu dari dua orang yang melakukan akad wakalah[8].




[1] Abdul fatah idris dan abu ahmadi, Ekonomi Islam Lengkap, Jakarta : PT. Rineka cipta, 2004, hal.176

[2] Helmi karim, fikih muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad, 1993, hal.20
[3] Ascarya, Akad dan produk bank syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal.105
[4] Abdul fatah idris dan abu ahmadi, Ekonomi Islam Lengkap, Jakarta : PT. Rineka cipta, 2004, hal.179

[5]  Sulaiman rasjid, fiqih islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algesindo Offset Bandung, 1964, hal.321

[6]  Nurul huda dan Muhammad heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta : Kencana, 2010, hal.112

[7] Ascarya, akad dan produk bank syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad, 2006, hal. 105
[8] Moh rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1978, hal. 433

Tidak ada komentar:

Posting Komentar