wakalah
AL-WAKALAH
I. Pengetian Al-Wakalah
Secara bahasa
al-wakalah adalah melepaskan (haknya) untuk dijaga[1].dan
wakalah merupakan perlindungan
(al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan (al-dhaman), atau pendelegasian
(al-tafwidh), yang diartikan juga memberikan kuasa atau mewakilkan[2].
Sedangkan secara istilah para ulama
mengartikan wakalah dengan redaksi yang bervariasi yaitu :
1. Hashbi ash shiddieqi
Wakalah
adalah akad penyerahan kekuasaan, yang pada akad ini seseorang menunjuk orang
lain sebagai penggantinya dalam bertindak (bertasyarruf).
2. Sayyid sabiq
Wakalah
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada orang lain dalam hal-hal yang
boleh diwakilkan.
3. Ulama malikiah
Wakalah
adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya kepada orang lain untuk melakukan
tindakan-tindakan yang merupakan haknya, yang tindakan itu tidak dikaitkan
dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika dikaitkan dengan tindakan
sesudah mati berarti sudah berbentu wasiat.
4. Ulama hanafiah
Wakalah
adalah seseorang mempercayakan orang lain menjadi ganti dirinya untuk
bertasysrruf dalam bidang-bidang tertentu yang boleh diwakilkan.
5. Ulama syafi’iah
Wakalah
adalah suatu ungkapan yang mengandung makna pendelegasian sesuatu oleh
seseorang lain kepada orang lain supaya orang lain itu bisa melaksanakan apa
yang boleh dikuasakan atas nama pemberi kuasa.
Dengan pendapat
para ulama tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian wakalah terdiri
dari :
1. Adanya perjanjian antara seseorang
dengan orang lain.
2. Isi perjanjian berupa pendelegasian.
3. Tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa
terhadap penerima kuasa untuk melakukan suatu tindakan tertentu.
4. Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu
yang boleh dikuasakan atau diwakilkan.
II. Macam-macam wakalah dan akad dalam
wakalah
·
Bentuk-bentuk
akad wakalah[3]
1. Wakalah muthlaq adalah perwakilah yang
tidak terikat syarat yaitu perwakilan dari sebab nasab, yang mempunyai hak yang
utama dari yang lain yaitu ayah , untuk menguasakan akad dibawah perwakilannya.
2. Wakalah muqayyadan adalah perwakilan
yang terikat oleh syarat-syarat yang telah ditentukan dan disepakati bersama,
misalnya seseorang ditunjuk menjadi wali berdasarkan surat wasiat atau ditunjuk
berdasarkan keputusan pengadilan.
·
Akad
dalam wakalah
1. Akad ayah yaitu ayah berhak menjual
menyewakan harta anaknya untuk keuntungan anaknya, tetapi jika perbuatan ayah
dapat merugikan anaknya, maka ayah mengganti kerugian anak.
2. Akad wasi adalah seseorang yang diangkat
sebagai pemangku untuk mengurus diri dan harta anak yang masih kecil.
Penyerahan wasi berlaku dengan ketentuan :
a. Wasi berlaku jika anak yang diwali belum
dewasa.
b. Orang yang diwali itu sudah dewasa,
wasi’ seperti ini tidak berlaku jika ijab kabul tidak ada semasa hidup orang
yang mewasikan.
·
Ijma’
Para ulama telah
sepakat dengan ijma’ atas diperbolehkannya wakalah. Mereka bahkan ada yang
cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis
ta’awwun atau tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong
diserukan Al-Qur’an dan disunnahkan rasulullah. Allah berfirman : dan tolong-menolonglah
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah kamu
tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan permusuhan, dan Rasululah pun
bersabda : dan Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya.
·
Fatwa
DSN No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah menyatakan :
A. Ketentuan tentang wakalah :
§ Pernyataan ijab dan kabul harus
dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak.
§ Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat
dan tidak bisa dibatalkan secara sepihak.
B. Rukun dan Syarat Wakalah
§ Syarat-syarat muwakil (yang mewakilkan)
Ø Pemilik sah yang dapat bertindak
terhadap sesuatu yang diwakilkan.
Ø Orang mukallaf dan anak mumayyiz dalam
batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti
mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah, dan sebagainya.
§ Syarat-syarat wakil (yang mewakili)
Ø Cakap hukum.
Ø Dapat mengerjakan tugas yang diberikan
kepadanya.
Ø Wakil adalah orang yang diberi amanat,
maka wakil harus jujur terhadap apa pun yang diwakilkan.
Ø Wakil tidak boleh mengambil manfaat dari
yang yang diwakilkan untuk dirinya sendiri.
Ø Jika sesuatu yang diwakilkan itu rusak
maka wakil tidak bertanggung jawab atasnya, kecuali kerusakan akibat dari
kelalaian wakil maka wakil yang bertanggung jawab[4].
Ø Wakil tidak boleh mewakilkan kepada
orang lain, kecuali atas izin muwakil.
§ Hal-hal yang diwakilkan
Ø Diketahui dengan jelas oleh orang yang
mewakili.
Ø Tidak bertentangan dengan syariat islam,
yaitu tidak boleh mewakilkan peribadatan badaniyah seperti shalat, karena tidak
akan membawakan hasil bagi muwakil, kecuali dalam beberapa hal : haji,
menyembelih kurban, membagi zakat, puasa kifarat, dan lain-lain.
Ø Dapat diwakilkan menurut syariat islam,
manfaat barang dan jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
Ø Hal yang diwakilkan itu hanya sebahagian
saja, tidak keseluruhan.
§ Ijab dan kabul , keadaan lafaz hendaklah
kalimat yang menunjukkan rida yang berwakil, misalnya orang yang berwakil itu
berkata, “saya wakilkan atau saya serahkan kepada engkau untuk mengerjakan
pekerjaan ini” . tidak disyaratkan lafaz kabul (jawab) karena berwakil termasuk
memperbolehkan sesuatu, seperti memperbolehkan memakan makanan kepada orang
yang hendak makannya[5].
C. Ketiga
Jika salah satu pihak tidak menjalankan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melaui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui masyarakat.
III. Penggunaan akad wakalah dalam jasa perbankan[6]
·
Transfer
uang, transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep akad wakalah,
dimana prosesnya diawakalai dengan adanya permintaan nasabah sebagai al-muwakil
terhadap bank, dan bank sebagai al-wakil untuk melakukan perintah/permintaan
kepada bank untuk mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain,
kemudian bank mendebit rekening nasabah (jika transfer dari rekening ke
rekening), dan proses terakhir yaitu bank mengkreditkan sejumlah dana kepada
rekening tujuan. Contoh proses dalam transfer uang :
a. Wesel pos dengan uang tunai diberikan secara
langsung dari al-muwakil kepada al-wakil, dan al-wakil memberikan uangnya
secara langsung kepada nasabah yang dituju.
b. Transfer uang melalui cabang suatu bank,
yaitu dalam proses ini al muwakil memberikan uangnya secara tunai kepada bank
yang merupakan al-wakil, namun bank tidak mengirimkan langsung kepada nasabah
yang dituju, tetapi bank mengirimnya melalui rekening nasabah yang dituju.
c. Transfer melalui ATM, yaitu dalam
prosesnya nasabah al-muwakilmeminta bank untuk mendebet rekening tabungannya ,
dan kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju
sebesar pengurangan pada rekeningnya sendri, dimana nasabah bisa melakukan
transfer sendiri melalui mesin ATM.
·
Akad
untuk transaksi Letter Of Credit Import
Islam, yaitu dengan menggunakan akad wakalah
bil ujrah, hal ini sesuai dengan fatwa DSN No. 34/DSN-MUI/IX/2002, akad
wakalah bil ujrah adalah nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan
pemberian ujrah atau fee. Namun ada modifikasi dalam akad ini sesuai dengan
situasi yang terjadi :
§ Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan
:
Ø Importir harus memiliki dana dalam bank
sebesar harga pembayaran yang di import.
Ø Importir dan bank melakukan akad wakalah
il ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi import.
Ø Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Ø Importir tidak memiliki dana cukup pada
bank untuk pembayaran barang yang di import.
Ø Importir dan bank melakukan akad wakalah
bi ujrah untuk pengurusan dokumen-dokumen transaksi import.
Ø Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Ø Bank memberikan talangan (qardh) kepada
importir untuk pelunasan pembayaran barang import.
§ Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah,
dengan ketentuan :
Ø Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah
kepada bank untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
Ø Bank dan importir melakukan akad
mudharabah, dimna bank bertindak selaku shahibul maal menyrehkan modal kepada
importir sebesar harga barang import.
§ Akad wakalah bil ujrah dengan hiwalah,
dengan ketentuan :
Ø Importir tidak memiliki dana cukup pada
bank untuk pembayaran harga barang import.
Ø Importir dan bank melakukan akad hiwalah
untuk pengurusan dokumen-dokumen dan pembyaran.
Ø Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Ø Utang kepada eksportir dialihkan oleh
importir menjadi utang kepada bank dengan meminta bank membayar kepada
eksportir senilai barang yang di import.
·
Letter of Credit Eksport Islam, dengan
menggunakan akad wakalah, hal ini sesuai dengan fatwa dewan islam nasional
nomor. 35/DSN-MUI/IX/2002, akad wakalah ini memiliki defenisi dimana bank
menerbitkan surat pernyataan akan membayar kepada eksportir untuk memfasilitasi
perdagangan eksport, dengan modifikasi dalam akad sesuai dengan situasi yang
terjadi :
a. Akad wakalah bil ujrah dengan ketentuan
:
1. Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen eksport.
2. Bank melakukan penagihan (collestion) kepada bank penerbit L/C(issuing bank), selanjutnya dibyarkan kepada eksportir setelah dikurangi
ujrah.
3. Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
b. Akad wakalah bil ujrah ddan qardh dengan
ketentuan :
1. Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen eksport.
2. Bank melakukan penagihan (collection) kepada penerbit L/C (issuing bank).
3. Bank memberikan dana talangan (qardh)
kepada nasabah eksportir sebesar harga barang eksport.
4. Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
5. Pembayaran ujrah yang diambil dari dana
talangan sesuai kesepakatan dalam akad.
6. Antara akad wakalah bil ujrah dengan
akad qardh tidak dibolehkan adanya keterkaitan.
c. Akad wakalah bil ujrah dan mudharabah
dengan ketentuan :
1. Bank memberikan kepada eksportir seluruh
dana yang dibituhkan dalam proses produksi barang eksport yang dipesan oleh
importir.
2. Bank melakukan pengurusan
dokumen-dokumen eksport.
3. Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank penerbit L/C (issuing bank).
4.
Pembayaran
oleh bank penerbit L/C (issuing bank)dapat
digunakan untuk pembayaran ujrah, pengambilan dana mudharabah, dan pembyaran
bagi hasil.
5. Besar ujrah harus disepakati diawal dan
dinyatakan dalam bentuk nominal, bukan dalam bentuk persentase.
Bentuk traksaksi dalam perbankan[7]
Kontrak
+ fee
Kontrakt
+ fee
IV. Penyebab batalnya wakalah :
·
Bila
salah satu pihak yang berakad wakalah
gila.
·
Bila
maksud yang terkandung dalam akad wakalah sudah selesai pelaksanaannya atau
dihentikan.
·
Diputuskannya
wakalah tersebut oleh salah satu pihak yang berwakalah baik pihak pemberi kuasa
atau pihak yang menerima kuasa.
·
Hilangnya
kekuasaan atau hak pemberi kuasa atau suatu objek yang dikuasakan.
·
Meninggalnya
salah satu dari dua orang yang melakukan akad wakalah[8].
[1] Abdul fatah idris dan abu ahmadi, Ekonomi Islam Lengkap, Jakarta : PT. Rineka cipta, 2004, hal.176
[2] Helmi karim, fikih muamalah,
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad, 1993, hal.20
[3] Ascarya, Akad dan produk bank
syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hal.105
[4] Abdul fatah idris dan abu ahmadi, Ekonomi Islam Lengkap, Jakarta : PT. Rineka cipta, 2004, hal.179
[5] Sulaiman rasjid, fiqih
islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algesindo Offset Bandung, 1964, hal.321
[6] Nurul huda dan Muhammad
heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan
Teoritis dan Praktis, Jakarta : Kencana, 2010, hal.112
[7] Ascarya, akad dan produk bank
syariah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persad, 2006, hal. 105
[8] Moh rifa’i, Fiqih Islam
Lengkap, Semarang : Karya Toha Putra Semarang, 1978, hal. 433
Tidak ada komentar:
Posting Komentar